(2/3) Liburan ke Yogyakarta: Makan Gudeg, Tamansari, Reuni


27 Januari 2024 · 4 menit

Besoknya, sekitar pukul setengah 7 pagi, kami berangkat menuju Malioboro untuk mencari sarapan. Tujuan utama kami adalah gudeg Mbok Lindu.

Sesampainya di sana, ternyata sudah ramai oleh pembeli. Antreannya cukup panjang. Kata istri, kalau suatu tempat makan itu ramai oleh pembeli, kemungkinan besar makanan di tempat itu enak.

Setelah dicoba ternyata memang enak. Bumbunya pas sekali. Nggak menyesal antre lama-lama kalau rasanya enak begini, hehe.

Gudeg Mbok Lindu Gudeg Mbok Lindu. Dokumentasi pribadi.

Harganya sekitar 50 ribu untuk dua porsi. Setelah membayar, kami melanjutkan ke destinasi selanjutnya, yaitu Tamansari.

Ini pertama kalinya saya ke Tamansari. Beberapa spot foto serasa tidak asing bagi saya. Contohnya foto di bawah ini. Saya kemudian ingat bahwa salah satu teman saya pernah posting di media sosial.

Tamansari Tamansari. Dokumentasi pribadi.

Niat awal kami ke sini hanya untuk foto-foto di beberapa spot saja, tapi ketika kami berjalan melewati kolam dan menaiki tangga, kami bertemu dengan pemandu wisata yang menawarkan jasanya keliling Tamansari.

Yang membuat kami tergiur adalah pemandu wisata bilang bahwa beliau tahu spot-spot foto yang bagus, dan bersedia menjadi tukang foto dadakan, hehe. Kami pun akhirnya menyetujui tawaran beliau.

Sambil berjalan, pemandu wisata yang merupakan wanita paruh baya menjelaskan sejarah-sejarah yang berkaitan dengan lokasi yang kami lalui. Sesekali berhenti untuk berfoto, kemudian melanjutkan perjalanan.

Berikut beberapa hasil foto jepretan beliau. Bagus kan?

Tamansari

Tamansari

Tak terasa kami sudah sampai kembali di parkiran tempat pertama kali kami masuk.

Kalau dipikir-pikir, dengan kondisi istri sedang hamil, rasanya agak sulit untuk mengelilingi Tamansari yang sangat luas. Kami juga takjub dan heran, kok kami bisa kuat ya, hehe. Mungkin karena terlalu menikmati sejarah arsitektur bangunan khas kerajaan zaman dulu dan asik berfoto.

Kami pun memberikan uang tip kepada ibu pemandu wisata yang baik ini dan bersiap menuju tujuan selanjutnya.


Tujuan kami selanjutnya adalah maternity shoot. Istri bilang mumpung sekalian ke Yogyakarta, bisa foto pakai pakaian khas Jawa. Saya menyetujuinya.

Kami tiba di studio foto sekitar pukul 12 siang. Setelah memilih paket, kami menuju ruang make-up dan menunggu istri selesai didandan oleh MUA.

Studio fotonya ternyata ada di lantai dua. Kami pun bergegas menuju ke sana setelah istri selesai dandan. Giliran saya yang dandan sekarang.

Saya diarahkan ke sebuah ruangan. Tim studio foto sudah menyediakan pakaian untuk saya yang senada dengan pakaian istri.

Setelah selesai mengganti pakaian, kami diarahkan ke ruang photoshoot. Ruangan yang minim cahaya, sesuai dengan tema yang kami pilih.

Selama sesi foto, fotografer memberikan arahan gaya. Kadang berdiri menghadap kamera, agak serong, atau duduk dengan kaki sebagai bantalan.

Salah satu hasil jepretan maternity shoot. Salah satu hasil jepretan maternity shoot.

Sesi foto selesai sekitar pukul setengah 2. Setelah melakukan pembayaran, kami pamit dan menuju destinasi selanjutnya, yaitu Bale Bebakaran. Rencananya, istri akan silaturahmi dengan teman-temannya ketika kuliah di UAD.


Sebelum ke Bale Bebakaran, kami mampir dulu ke kampus UAD untuk shalat dhuhur di mesjid kampus. Sekalian istri nostalgia. Saya juga penasaran kampus istri dulu itu bagaimana, hehe.

Sesampainya di sana, kami langsung menuju mesjid. Istri bercerita tentang bagaimana dulu semasa kuliah di kampus ini. Saya menyimak sambil memperhatikan bangunan dan mahasiswa yang lalu lalang.

Pukul dua siang, selepas shalat dhuhur, kami melanjutkan perjalanan ke Bale Bebakaran. Lokasinya nggak terlalu jauh, sekitar 15 menit dari kampus UAD.

Kami memarkirkan kendaraan, kemudian berjalan masuk sambil mencari teman-teman istri yang katanya sudah sampai di lokasi. Kami menemukannya nggak terlalu jauh dari tempat parkir. Rupanya, lesehan tersebut memang sudah di-booking oleh teman-teman istri.

Istri menyalami dan memeluk mereka. Melepas rasa haru setelah hampir 7 tahun nggak bertemu secara langsung. Saya duduk agak ke tepi, mendekat ke terminal listrik, mengisi daya baterai yang sudah semakin sedikit. Sekaligus memberi ruang kepada istri untuk nostalgia dan melepas rindu dengan teman-temannya.

Satu persatu teman istri yang lain berdatangan. Semua yang menyusul rupanya sudah berkeluarga dan memiliki anak. Ada yang masih sekitar 3-4 tahun, ada yang masih satu tahun. Sedang lucu-lucunya. Jadi nggak sabar nunggu adek bayi lahir waktu itu, hehe.

Meskipun istri hanya kuliah selama satu tahun di Yogyakarta, teman-teman istri masih bersikap seperti biasa. Hampir tidak berubah kalau menurut istri. Saya juga salut atas keramah-tamahan mereka.

“Ini yang aku suka dari Yogyakarta a, orangnya ramah-ramah”, ucap istri. Saya pun tersenyum dan mengiyakan.

Tak terasa, waktu sudah semakin sore. Setelah shalat ashar, kami berpamitan dengan penuh rasa haru. Entah kapan mungkin bisa bertemu lagi. Mungkin lain kali kalau kami liburan ke Yogyakarta kembali.

Sebelum kembali ke penginapan, kami pergi ke alun-alun utara terlebih dahulu. Rencananya, kami ingin menghabiskan malam di sini, menikmati ramainya malam. Namun sayang rencana tersebut nggak bisa terealisasikan.

Langit semakin mendung, seolah memaksa kami untuk kembali ke penginapan. Tak ingin mengambil risiko, kami pun memutuskan untuk pulang, setelah duduk dan bercengkrama sekitar 15 menit.

Bersambung ke part 3.