Resmi Menjadi Ayah


20 Januari 2023 · 3 menit

Sudah hampir seminggu istri mengeluh semakin nggak bisa tidur dengan nyaman. Miring kiri salah. Kanan salah. Telentang pun salah. Wajar aja, karena memang ukuran perutnya saya lihat semakin besar. Udah mendekati HPL.

Tapi lama kelamaan nggak tega juga. Akhirnya sekitar pukul 3 pagi, setelah mengusap punggung istri, saya mengambil wudhu, kemudian shalat dan berdoa kepada-Nya.

Ya Rabb, jika memang sudah waktunya anak kami lahir, maka saya dan istri ridha atas apa yang akan terjadi kelak.

Tak disangka, ternyata doa saya diijabah.

Pukul 5.15 pagi, istri bilang bahwa ada lendir kecoklatan pada pembalut yang ia kenakan. Saya teringat ketika kontrol kehamilan beberapa hari sebelumnya. Munculnya lendir kecoklatan adalah salah satu tanda akan melahirkan.

Kami berangkat menuju bidan terdekat sekitar pukul 7 pagi. Ketika dicek pembukaan, ternyata baru pembukaan 1 dan kami disarankan untuk pergi ke puskesmas supaya peralatannya lebih memadai.

Kami tiba di puskesmas sekitar pukul 9 pagi. Di sini, frekuensi kontraksi istri sudah semakin sering, sekitar 2 sampai 3 kali per sepuluh menit. Tapi masih aman, karena istri masih bisa main TikTok, hehe.

Pukul 12 siang kembali dicek pembukaan, ternyata baru pembukaan 2. Dokter puskesmas menyarankan kami untuk dirujuk ke rumah sakit. Akhirnya kami pun berangkat naik ambulans. Ini pengalaman pertama kali saya naik ambulans, hehe.

Sesampainya di rumah sakit, kami diarahkan ke ruang observasi khusus. Beberapa pengecekan yang dilakukan diantaranya adalah cek tekanan darah dan alergi terhadap antibiotik atau tidak.

Setelah pemeriksaan, kami dipindahkan ke ruang bersalin. Kontraksi menjadi semakin sering dan kencang. Istri udah nggak bisa lagi main TikTok. Beberapa kali istri mengerang kesakitan, dan terus mencoba bertahan dengan sakitnya kontraksi.

Berdasarkan keterangan dari perawat, tidak ada indikasi diperlukan tindakan operasi karena semuanya berjalan dengan baik. Tapi ekspresi yang ditunjukkan istri saya membuah saya yakin sakitnya pasti luar biasa.

Puncaknya adalah dari rentang waktu setelah isya. Istri semakin kesakitan dan meracau. Sesekali menguatkan kembali dirinya sendiri. Sesekali juga menanyakan mau sampai kapan rasa sakitnya akan terasa.

Hati saya mencelos. Mencoba kuat tapi tetap saja tak tega melihat istri kesakitan seperti itu. Kesakitan yang… menurut saya tidak wajar.

Semakin lama, saya semakin yakin bahwa pasti ada sesuatu yang salah.

Saya berjalan menuju loket perawat, bertanya apakah bisa langsung ambil tindakan operasi saja. Perawat bilang harus nunggu dokter dulu, karena belum ada di rumah sakit. Masih praktek di klinik yang nggak jauh dari rumah sakit.

Sambil menunggu jam 10, saya terus mencoba menenangkan dan menguatkan istri. Membiarkan istri melakukan apapun supaya bisa sedikit meredam rasa sakitnya, selama tidak melukai diri sendiri.

Jam 10, dokter pun datang. Kami bersyukur karena dokter yang memeriksa adalah dokter yang cukup sering menangani kami ketika kontrol rutin. Dokter Chris namanya. Dokter yang sangat baik dan berdedikasi tinggi terhadap pekerjaannya. Selalu menjelaskan segala hal secara detail dan mudah dimengerti.

Dokter Chris menyarankan untuk ambil tindakan operasi. Karena satu dan lain hal, terlalu berisiko terhadap istri jika dipaksakan normal.

Saya pun menyetujuinya, karena memang itu yang saya ajukan ke perawat.

Istri pun dibawa ke ruang operasi di lantai 4. Saya mengurus beberapa hal yang perlu persetujuan dari saya selaku suami. Mama mertua duduk di dekat lift. Menangis melihat perjuangan anaknya sendiri selama hampir 20 jam.

Akhirnya, pukul 22.34, putra pertama kami lahir dengan selamat.

My Little Boy

Oiya, selama kontrol rutin adek belum pernah sama sekali menampakan wajahnya ketika USG. Melihat adek langsung membuat rasa penasaran rindu kami langsung terobati.

Alhamdulillah. MasyaAllah Tabarakallah. Semoga jadi anak laki-laki shaleh ya nak. Aamiin.