Generasi perintis katanya asyik. Emang iya?
Beberapa waktu lalu viral cuplikan seorang anak yang bernama Ryu Kintaro tentang menjadi generasi perintis itu asyik.
Response netizen? Sudah pasti macam-macam. Ada yang pro, entah ini pro karena sarkas atau memang benaran pro, ada juga yang kontra.
Saya generasi perintis tulen (tulen nggak tuh, haha), dan bagi saya sendiri, statement tersebut nggak relate ke saya. Kenapa?
Latar belakang ekonomi berbeda
Ryu bisa bilang jadi generasi perintis itu asyik, mungkin karena safety net-nya udah kebangun. Kalau gagal, bisa merintis lagi. Karena, yaa lihatlah siapa orang tuanya itu. Masa iya anaknya gagal, usahanya bangkrut, bakalan dibiarin jatuh miskin. Paling-paling dikasih modal lagi buat merintis usaha baru.
Beda dengan saya, dan mungkin bagi netizen yang kontra. Bagi kami, gagal = tamat. Selesai. Game over. Yang bisa melunasi utang-utang usaha kami nanti cuma kami sendiri.
Ya ibarat terjun ke jurang lah. Kami berdua sama-sama terjun ke jurang. Bedanya, Ryu udah ada jaring pengaman, sehingga kalau pun terjatuh, yaa paling jatuhnya cuma 10 dari 1000 meter. Generasi perintis di universe saya, jelas 1000 dari 1000 meter.
Belum ada tanggungan
Semakin banyak tanggungan, semakin hati-hati juga langkah yang diambil. Beban moralnya juga semakin bertambah, karena kalau kita gagal, yang kena bukan cuma kita doang, tapi keluarga kita juga ikut menanggung dampaknya.
Belum lagi kalau bukan hanya keluarga inti yang harus ditanggung, tapi harus keluarga di sekitar. Entah itu orang tua sendiri, orang tua mertua, atau saudara sendiri. Bebannya makin plus plus plus.
Siapa juga yang mau lihat orang-orang kesayangan kita jadi ikut susah karena usaha kita gagal?
Inilah situasi yang belum dialami oleh Ryu saat ini. Dia masih 10 tahun, memang mau menanggung siapa lagi kecuali dirinya sendiri?
Jadi, menurut saya sangat wajar kalau statement Ryu tersebut menuai cukup banyak perhatian dan kontroversi. Karena, definisi generasi perintis di universe Ryu tidak sama dengan definisi di universe saya– kami semua.
Nggak ada asyik-asyiknya. Yang ada cuma overthinking.
Bingung mikirin strategi agar tetap bertahan hidup, di tengah dana yang kian menipis.
Harus banyak bersabar sambil menghibur diri dengan kalimat “mungkin belum waktunya”, di saat melihat orang lain bisa menikmati hidup mereka dengan tenang.
Harus bisa kuat, meskipun tidak ada yang menguatkan.
Harus bisa bangkit, meskipun tidak ada yang mengulurkan tangan.
Dan… harus bisa tahan banting, meskipun rasanya sesekali ingin berteriak “saya capek begini terus!!!”.
Itulah definisi generasi perintis di universe kami.
Jadi, melalui tulisan ini, saya cuma mau menyemangati diri saya sendiri, dan juga temen-temen semua yang definisi generasi perintisnya sama persis dengan definisi yang saya tuliskan di atas.
Yuk, tetap semangat yuk! 💪
Saya tau pasti cape, tapi kalau kita berhenti, kita selesai.
Lagian, siapa lagi yang bisa percaya, kecuali diri kita sendiri?
Salam,
adipurnm.